Kamis, 29 Desember 2011

Kebahagiaan untuk album kedua dari FRAU




Banyaknya pujian dan berbagai kredit bagus yang diterima dari masyarakat serta pengamat musik, mungkin adalah alasan dari pertama kali dirilis sampai saat ini debut albumnya, Starlit Carousel masih menjadi peringkat tertinggi album yang paling sering diunduh secara gratis dan legal di Yes No Wave, sebuah netlabel asli Jogjakarta. Begitupun dengan rilisan fisiknya yang tidak bisa dibedakan dengan kacang goreng, laku keras. Namun bagi mereka yang belum pernah mengunduh atau membeli albumnya sekalipun tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk mencerna musik yang ia tawarkan yang kemudian pasti akan mencintainya. Baik mencintai musiknya atau mencintai seorang wanita muda manis penyuh senyum yang merupakan hulu dari segala keindahan musik itu. Leilani Hermiasih, seorang mahasiswi biasa dari Jogja yang jika bertemu piano berubah menjadi Frau, seorang wanita luar biasa. Luar biasa dalam arti dengan segala hiruk pikuk orang-orang yang mengaguminya, dengan 12.000 lebih orang yang memberi jempol di laman Facebook resminya, Frau tetaplah membumi. Ia masih mau melayani permintaan foto bersama dari bejubel penggemarnya, belum lagi jika ada yang meminta tanda tangan ia akan dengan senang hati bertanya “…untuk siapa namanya?” sembari tersenyum.
Dalam lagu-lagunya, Frau memiliki lirik yang cukup puitis yang secara bahasa beretika dan estetika baik. Mungkin ini juga yang mejadi faktor dipercayanya Frau untuk menginterpretasi ulang puisi-puisi klasik karya pujangga era 45 dan tampil pada malam pembukaan Bienal Sastra 2011 beberapa waktu lalu. Frau berhasil menafsirkan puisi-puisi seperti “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar, “Dongeng Buat Bayi Zus Pandi” karya Asrul Sani dan “Berdiri Aku” karya Amir Hamzah menjadi lagu-lagu baru yang indah dan sarat emosi.
Berkerumun banyak orang di muka teater Salihara sesaat setelah acara malam pembukaan Bienal Sastra 2011 usai. Mayoritas adalah wanita-wanita muda, beberapa pria, dan tidak sedikit juga oma-oma yang masih segar menunggu giliran untuk medapatkan tanda tangan, berfoto bersama, atau hanya sekedar untuk bersalaman serta menyampaikan kekaguman atas penampilannya dan menyatakan cinta pada pandangan pertamanya. Frau menyambut mereka semua dengan hangat. Hangatnya masih sama, masih bertahan sampai tiba giliran saya meminta tanda tangan di atas keping album Starlit Carousel dan kompilasi Jogja Istimewa. Sekarang saya punya dua tanda tangan Frau, dan karena saya merupakan orang terakhir yang “mengantri” maka sekarang saya juga punya waktu untuk berbincang sedikit lebih lama dengannya. Tentang hubungan antara musiknya dan sastra, musisi Jogja yang membantu membesarkannya, hingga sedikit gambaran album keduanya yang akan datang, berikut interview singkat dengan Frau.
Baru saja menjadi penampil di sebuah acara sastra. Sebenarnya sejauh mana sastra itu sendiri mempengaruhi karya-karya Frau?
Sejauh aku membaca dan semua sastra yang aku baca akhirnya mempengaruhi dan keluar lagi dalam bentuk apa yang aku tulis. Selain itu, memang aku ingin juga tulisan atau lirikku itu enak dibaca dan dari situ aku banyak mencoba mencari dan membaca karya-karya sastra yang udah ada, seperti puisi-puisi. Walaupun sebenernya aku kurang menyukai puisi.
Dalam penampilannya tadi Frau membawakan lagu-lagu baru hasil interpretasi dari puisi-puisi klasik Indonesia. Bagaimana proses kreatifnya dari mulai menentukan puisinya sampai menjadi lagu?
Sebenernya aku hanya membaca puisi-puisi tersebut dan mencocokan langsung ke piano. Bagaimana enaknya, nadanya seperti apa yang sesuai dengan kata-katanya.
Lalu menentukan emosi antara teks dan musiknya itu sendiri bagaimana?
Aku harus melihat isi dari puisi itu seperti apa, kemudian menemukan mood dan perasaan yang dibawa ke dalam melodinya. Melodinya juga aku harus mencari semisal nada minor yang keras itu cocoknya dengan kata-kata yang bagaimana, membawa perasaan yang seperti apa. Jadi aku mengenali dulu bagaimana kira-kira kandungan puisi-puisi itu baru kemudian menuliskannya kembali dengan piano sebagai kertasnya.
Tadi Frau juga sempat membawakan sebuah lagu baru yang bernuansa tradisional sunda. Bisa diceritakan tentang memilih nuansa seperti itu? Yang notabene Frau berasal dari Jogja tapi kenapa tidak memilih nuansa tradisional jawa?
Sebenernya, di awal aku mau ada lagu yang agak ada nuansa tradisional yang bisa dibawakan dengan piano, yang gaya tehnik bermainnya masih ke-Eropa-eropa-an atau paling tidak klasik Eropa. Dan pemilihan nuansa sunda itu sendiri sebenarnya tidak sengaja. Jadi awalnya nada-nada di lagu ini aku pikir bernuansa jawa (tertawa). Tapi ternyata tangga pentatoniknya berbeda. Akhirnya malah jadi lebih kerasa sunda, dan yang bilang kalau ini soundnya seperti sunda pun lebih banyak daripada yang bilang ini jawa (tertawa). Jadi yang bilang seperti itu awalnya bukan aku sendiri.
Bicara soal scene di Jogja sekarang ini, sudah pasti yang akan orang lontarkan pertama kali tidak jauh dari Melancholic Bitch, Armada Racun dan Risky Summerbee & the Honeythief. Kalau boleh memilih, sebagai seorang musisi yang juga dari Jogja, siapakah di antara mereka yang paling ‘Frau’ ?
Mungkin ini jawaban yang menyebalkan ya (tertawa), tapi memang semuanya aku sangat menyukai dari awal memulai Frau. Ketiga band ini adalah band-band yang benar-benar mendorong aku sendiri untuk membuat lagu dan membuat album, dan ketiganya pun sangat spesial dalam caranya sendiri. Armada Racun dari awal berdiri sampai sekarang mempunyai genre yang luar biasa berani, Melancholic Bitch semua elemen dalam musiknya juga menyampur dan terdengar sangat ‘wah’, mewah dan menyenangkan. Yang pasti juga liriknya Mas Ugoran yang gila. Risky Summerbee masing-masing personelnya memang orang-orang yang sudah sangat mumpuni dalam musik dan harmoni yang mereka ciptakan juga sangat bagus. Jadi aku rasa aku akan salah kalau aku bilang hanya satu di antara mereka yang paling ‘Frau’. Karena ketiganya jelas punya andil dalam terlahirnya Frau.
Sejauh apakah hubungan Ugoran Prasad dalam musik Frau?
Selain sudah mengizinkan aku membawakan lagu miliknya dan dia juga mau nyanyi bareng di lagu itu, untuk pengerjaan album kedua aku banyak ngobrol-ngobrol dengan dia untuk diri aku sendiri biar lebih terbuka pemikiranku dan yang pasti latihan bikin lirik.
Memang akan seperti apakah gambaran album kedua Frau itu nanti?
Hmm….. apa ya. Mungkin cuma bisa satu kata aja, Kebahagiaan.Udah. (tersenyum).
(gigsplay.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar