Kamis, 28 Juli 2011

SUFFOCATION “Blood Oath”



Death metal mana yang tak mengenal SUFFOCATION. Nama-nama seperti SUFFOCATION, OBITUARY, DYING FETUS, CANNIBAL CORPSE serta DYING FETUS adalah segelintir nama yang menjadi pegangan wajib bagi pengaku pecinta death metal sejati.
Sejak terbentuk di tahun 1990, death metal New York ini tidak ingin merubah musik mereka menjadi lebih lembut dan “Blood Oath” hadir dengan penawaran yang lebih kurang sama dengan album-album sebelumnya. Hebatnya meski sempat bubar dan reuni kembali di tahun 2002, saya pikir album ini terdengar lebih baik bila membandingkannya dengan “Souls To Deny” di tahun 2004 dan “Suffocation” di tahun 2006. Yang secara singkat saya mencoba menggambarkan kalau inilah rilisan terbaik mereka pasca reuni. Apalagi mereka seperti sengaja mempersiapkannya setelah rilisan “The Best Of…” setahun sebelumnya.
“Blood Oath” terdengar lebih technical dari sebelumnya meski tidak menyamai kemampuan muda mereka ketika merilis “Effigy of the Forgotten” di tahun 1991 ataupun pada “Pierced from Within” di tahun 1995, namun SUFFOCATION seperti ingin berbuat lebih baik dengan mempertahankan formula lama. Formula lama yang saya maksud disini adalah masih digunakannya orang yang sama untuk menggarap layout album dan juga enjiner.
Joe Cincotta tetap ditempatkan duduk sebagai enjinering dan produser SUFFOCATION. Pekerjaan yang telah dilakukannya dengan dua album SUFFOCATION sebelumnya. Sementara kover masih ditangani oleh Jon Zig. Jon Zig kerap menjadi desainer kepercayaan Frank Mullen cs dan diberkatilah death metal Bandung, JASAD yang juga memiliki Jon Zig sebagai penggarap artistik album.
Sedangkan berbicara tentang komposisi musik yang ditawarkan di “Blood Oath”, album baru ini banyak menyuguhkan lagu-lagu mantap sesuai dengan apa yang telah dijanjikan sang vokalis Frank Mullen beberapa waktu sebelum melakukan proses rekording.
Setelah lagu yang sama dengan titel album, ‘Blood Oath’ saya merekomendasikan untuk ‘Dismal Dream’, ‘Images of Purgatory’ dan juga ‘Cataclysmic Purrification’. Terutama untuk ‘Images of Purgatory’ saya pikir orang-orang ini mencoba memberikan tambahan rasa ke dalam musik mereka mainkan selama ini. Di titik ini saya merasa kesulitan bagaimana menjelaskan cara yang lebih detail, namun pendengaran saya menangkap ada sedikit nuansa berbeda di nomor ini.
Sedangkan ‘Cataclysmic Puriffication’ akan terdengar cukup akrab di telinga para pecinta SUFFOCATION karena ini adalah formula yang hampir sama dengan beberapa lagu lama mereka. Musik brutal death metal dengan paduan groovy yang lebih kental.
Hampir dua tahun lalu atau tepatnya Juni 2007 Relapse mengeluarkan SUFFOCATION dari jajaran elit pasukan label tersebut namun Nuclear Blast menangkapnya dengan sangat baik sehingga membuat pamor SUFFOCATION menjadi lebih naik dengan bergabung ke label yang menurut saya masih lebih baik dari Relapse.
Musik death metal secara perlahan semakin menemukan tempat yang lebih tinggi dengan tidak berpalingnya band-band tua yang malah terus menciptakan musik ketika mereka memulai awal karirnya. Dan “Blood Oath” sesungguhnya bukan album yang berkategori buruk bagi SUFFOCATION meski kalau membandingkan dengan dua rilisan awal masih sulit mendekati masterpiece-nya. Namun sekali lagi saya menganggap inilah album yang paling baik setelah mereka reuni.
Dan sebagai nomor terakhir, ‘Marital Decimation’ adalah satu nomor lama mereka yang direkam ulang sebagai pelampiasan nafsu ketika merilis album “Breeding the Spawn” di tahun 1993. Yah, satu album bagus yang dianggap hasil produksinya terdengar kurang matang dari “Effigy of the Forgotten” dan ‘Marital Decimation’ adalah salah satu menu dari album tersebut. [berontakzine.com]

Venomed – Demo yang keji




Damn!!!… band daerah banyak bermunculan yang mempunyai skill & musikalitas diatas rata-rata sebut aja band satu ini, Venomed berdiri pada tahun 2008 di Yogyakarta ini mengusung slamming brutal death metal dengan formasi Benny ; Vocal, Rizky ; Gitar, Roy ; Drum, & Robby ; Bass. walaupun mereka terbilang masih baru dalam dunia musik metal tapi saya berani bertaruh harapan besar bahwa band ini bisa bersaing dengan ganas & kejam dengan band-band metal lainnya. bulan Mei 2009 silam mereka baru saja mengeluarkan demo berisi 3 track lagu gokil dan tidak dipungkiri musik mereka memang bisa dibilang aneh plus brutal, respon yang bagus banyak mereka terima dikalangan pecinta musik extreme metal indonesia, khususnya death metal. dan sampai akhirnya demo 3 lagu milik mereka sempat dirilis oleh Metal Thai dari negara Thailand yang sudah memberanikan diri untuk mencabik-cabik musik Venomed kepada pecinta musik Thailand, sebuah kebanggaan! Venomed bisa berkolaborasi dengan band-band lainnya dalam split 4 Way Supreme Entry bersama Defiated Sanity ( Jerman ), Moonfog ( Slovakia ), Splattred Orgasm ( Thailand ). selain mereka terus menjajal untuk ikut kompilasi direncanakan akhir tahun 2009 Venomed mencoba untuk merilis album penuhnya dan sekarang sedang dalam tahap produksi.

Cranial Incisored; Berfikir dan Berfilsafat

Artist: Cranial Incisored
Album : Lipan’s Kinetic
Label : Hellavila Records


Cranial Incisored adalah band yang berfikir. Mengapresiasinya memerlukan perenungan dan pemikiran, bukan kemarahan dan kekesalan. Mengharapkan kehitaman, darah, dan kengerian dari band ini adalah kesia-siaan belaka. Sebaliknya, gerombolan ini menaburkan sinkopisasi, teknik bermusik yang njelimet yang dikawinkan dengan lirik falsafati plus musik hasil perkawinan silang sana sini yang tak ayal membawa siapa saja untuk berhenti dan merenung, memikirkan, terperangah, kembali melaju dan melaju dengan cepat, untuk kemudian dipaksa tersendat dan tertawa hingga orgasmus. Semua instrumen seolah melesat liar dan berhenti untuk kemudian meliuk, menukik, meledak dan melesat kembali seringkali bahkan kadang tak bersama sama. Identitas inilah yang kuat melekat di CD mereka bertajuk Lipan’s Kinetic di bawah label Hellavilla. Nomor pertama Paradox of Paradoxical Paradigm adalah representasi semua yang telah  dideskripsi di atas.
Mendengarkan keseluruhan track pada album kedua band berbasis di Jogja ini, tak diragukan lagi bahwa CI (demikian akronim yang biasa digunakan) adalah band yang konsisten dalam  ramuan metal yang dengan suka cita mengalami hubungan pendek dengan unsur funk, punk, jazz, dan bahkan beat music. Permainan jazzy misalnya mengawali track ke empat Accelerating Velocity dimana sang gitaris Halim Budiono memainkan chord-chord ‘miring’ khas jazz. Ingin murni nomor Jazz? Simaklah lintasan ke enam yang bertajuk Jazz Ujan (raincoat) yang benar-benar bermain Jazz yang mereka rekam secara live.
Keistimewaan lainnya? Album yang mengeksploitasi habis falsafah serangga bernama lipan ini dikemas dengan amat baik, menggunakan material yang lux dan design grafis yang teramat kreatif yang hampir kesemuanya diotaki sendiri oleh Halim Budiono. Masih ada lagi : sejumlah bonus track dan extra CD ROM track. Inilah merchandise metal yang memperhatikan taste, yang tak saja bisa diapresiasi telinga, namun juga mendatangkan kepuasan tak berjangka waktu bagi siapa saja yang memilikinya. Bahwa Cranial Incisored adalah salah satu dari sekian banyak band metal  tanah air yang technical itu adalah rahasia umum, namun fakta bahwa band ini menumbuhsuburkan tradisi metal berfikir dan menembus batas dan aturan dan bisa diakui eksistensinya itulah yang menjadikannya mendapat nilai teramat lebih. Kalaupun ada kekurangan yang harus disebutkan barangkali di permasalahan grammar di beberapa bagian lirik yang kesemuanya memang ditulis dalam bahasa Inggris. Namun siapa tahu, itu adalah bagian dari misi menembus pakem dan aturan yang membatasi? (Manunggal K. Wardaya)

Biografi OPIUM

OPIUM dibentuk pada awal tahun 2007 dengan line-up Fajar (Vokal), Tony (Gitar), Arief (Drum), Yorghi (Bass). Awalnya band ini adalah band proyek saja karena masing-masing personil punya band sendiri-sendiri. Sebut saja Arief  dan Fajar yang keduanya personil FINGER OF DEATH, Tony dengan DOWN SYNDROM-nya, dan Yorghi dari INCORUPT. Tetapi seiring waktu mereka semakin mantap membentuk sebuah band baru dengan genre Brutal Death Metal. Sebelum bernama OPIUM band  ini bernama "Sodomical Of God".



Formasi awal tidak lama bertahan karena keluarnya Yorghi dari band. Seiring dengan kekosongan posisi bass, nama "Sodomical Of God" pun mereka ganti dengan OPIUM.  Sampai akhirnya pada pertengahan tahun 2007 mereka memilih Hadi sebagai pemain bass baru di Opium. Namun tak lama Hadi pun mengundurkan diri karena sibuk dengan pekerjaannya.

Pada awal tahun 2008 akhirnya OPIUM bertemu Chandra (Eks - Faith Must Pain), sepakat untuk merekrut Chandra sebagai pemain bass baru di OPIUM. Dan di pertengahan tahun 2008 OPIUM mengeluarkan promo lagu dengan judul, "Bingkai Mayat Membusuk", "Propaganda Religion", dll. Dengan line-up terbaru Fajar (Vokal), Tony (Guitar), Chandra (Bass), dan Arief (Drums), OPIUM terus bertahan sampai sekarang.

INFLUENCE:

-SUFFOCATION
-DISAVOWED
-DYING FETUS
-DISGORGE
-CONDEMNED
-PYAEMIA
-JASAD
-BLEEDING CORPSE
-SIKSA KUBUR

Senin, 25 Juli 2011

Frau Berdialog dengan Musik


Leilani Hermiasih, 21 tahun, melangkah gontai dari tempat parkir Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menuju "kandang" antropologi di sisi belakang fakultas. Begitulah dia dalam keseharian. Hanya mengenakan baju batik dan celana jins hitam serta bersepatu kets butut yang diinjak bagian belakangnya, Lani, panggilan akrabnya, mengerjakan aktivitasnya di kandang--sebutan bangunan perpustakaan dan tempat berkumpul mahasiswa Jurusan Antropologi
Di balik tampilan yang sahaja, ia adalah musisi, pianis andal, penyanyi, serta pencipta lagu yang bisa amat ekspresif saat di panggung. Caranya menyanyikan lagu-lagunya amat berjiwa. Ada 18 lagu yang sudah ia ciptakan sejak masih di bangku sekolah menengah atas. Lagu-lagu dia bercerita tentang kehidupan sehari-hari.
Justru di keramaian, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Suhirdjan-Joan Miyo Suyenaga itu mendapatkan ide untuk lagu-lagunya. Di jalanan yang padat di Jalan Malioboro, misalnya, sambil mengendarai sepeda motor Supra Fit "lungsuran" kakaknya, Lani bersenandung. Jika sudah mendapatkan notasi dan lirik, ia berhenti dan merekam senandungnya dengan telepon seluler bututnya.
Di rumah, Lani, yang menamakan diri Frau--kata dari bahasa Jerman yang berarti madam--untuk kepentingan industri musiknya itu lalu bercengkerama dengan si Oskar, nama piano dinding Yamaha miliknya. Piano buatan 1990-an itulah yang menemani Lani bermain musik. "Oskar itu kan nama identik dengan hal-hal yang kuat, maksudnya piano ini biar tidak gampang rusak," katanya.
Ruang dialog Lani adalah bicara dengan dirinya sendiri dalam hati. Dialog itu menjadi karya lagu-lagu yang ia ciptakan. Belajar antropologi menambah warna lirik lagunya. Lagu andalannya, Mesin Penenun Hujan, I Am a Sir, Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa, dan Rat and Cat, berbicara tentang hal-hal sepele yang ia temui.
Warna musik yang didominasi piano itu begitu menyentuh. Lani belajar piano sejak kelas I sekolah dasar dan berhenti kursus mulai sekolah menengah pertama. Ia lalu belajar gitar bas.
Beberapa penghargaan ia raih, termasuk dari majalah Tempo dalam kategori Tokoh Seni 2010. Namun ia tidak mau terlena di dunia industri musik. Musik hanyalah hobi. Lani tidak mau industri hiburan mengganggu studinya. Ia bahkan berencana, setelah lulus S-1, melanjutkan ke jenjang S-2.
Sebagai musisi dan penyanyi, Lani mengagumi Chrisye, Vina Panduwinata, dan grup Zoo Band asal Yogyakarta. Untuk penyanyi dunia, ia memfavoritkan Regina Spektor, Joanna Newsom, Feist, Joni Mitchell, Fiona Apple, dan Tom Waits.
Awal rekaman, ia hanya merekam lagu di kamarnya dengan alat sederhana, yaitu komputer jinjingnya. Lalu ada tawaran rekaman di sebuah studio di Jalan Kaliurang, Yogyakarta.
Mencangklong tas kain di pundaknya, ia membawa komputer jinjing, dompet, ponsel, dan keperluan kuliahnya. Tidak mengesankan ia seorang belia yang penuh bakat musik.


Biodata
Nama: Leilani Hermiasih
Kelahiran: Yogyakarta, 2 Mei 1990
Orang tua: Suhirdjan dan Joan Miyo Suyenaga
Saudara: Rio Hermantara (kakak), Mayumi Hersasanti (adik)
Hobi: bermain musik, menggambar
Pendidikan:
l SMA Stella Duce I, Yogyakarta (2005-2008)
l Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM, Yogyakarta (2008-sekarang)

Penghargaan :
l Roland's Best Creative Commons Music Moments dari Phlow Magazine (2010)
l Lima Konser Istimewa di Daerah Istimewa dari Jakartabeat.net (2010)
l Lima Album Terbaik Indonesia dari Jakartabeat.net (2010)
l Lima Belas Album Terbaik Satu Dekade 2000-2010 dari Jakartabeat.net (2010)
l Top 5 Digital Releases in 2010 oleh Jochen dari Aaahh-Records.net (2010)
l Tokoh Seni 2010 dari Majalah Tempo (2010)
l 20 Album Terbaik 2010 dari Majalah Rolling Stone (2010)

Pengalaman Penelitian:
l Jaringan Kekerabatan dan Kepentingan Ekonomi Petani (Dusun Dranan, Kecamatan Petungkriono, Kabupaten Pekalongan)
l Di Bawah Bayang-bayang Kota (Dusun Silenggak, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan)
l Transformasi Sosial-Budaya di Kalimantan Barat: Dari Ladang ke Perkebunan Kelapa Sawit Kuala Buayan, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Minggu, 24 Juli 2011

Sedikit berbagi,Cara Growl yang benar

 Emang suara itu nggak bisa keluar terus alias perlu pemanasan dulu sblm ngeluarin...
kalo mau pakai itu suara, bisa dimulai dengan senam kecil,  atau minum yg anget.

kadang ada merokok, yg extreme juga (tapi yg ini aku nggak menganjurkan dicoba lho) minum minuman keras ato darah binatang kayak kelinci. ini resep yg biasa digunakan temen2x  (tapi sekali lagi aku ingatkan jangan coba2x dgn yg ini kalo nggak biasa... malah berantakan nantinya::roket::)

didorong pake diafragma, cari sweet spot of screaming dulu. dini nih.gw kan nada bicara gw yang biasa cenderung C4 soprano. nah kalo harus teriak, nada gw turun ke nada bawah kira-kira F gitu lah.

emang susah nyarinya, toh kalo udah ketemu juga belum tentu langsung bisa, kayak kalo mau nyanyi nada tinggi, kalo nggak latihan kan suaranya suka nyekop gitu, alias melengkung.

terus kalo mau lama, harus latian napas, soalnya growl atau nada nyanyi rendah itu lebih mbutuhin udara dibanding nada tinggi. makanya kan jarang ada vox metal yang bisa growl lama, itu emang udah dari sononya, ada gambar pita suara nada rendah yang lebih mbuka daripada nada tinggi, makanya butuh udaranya juga banyak yang rendah....

growl relatif lebih gampang dipelajari en nggak bikin sakit dibanding screaming yang falsetto yang cenderung salah.

lebih lengkapnya, liat melissa cross sama brett manning situs.

"Your blood, My blood, All blood runs THE SAME
Me, I'm A Scene, I'm A Drama Queen
"

soprano= middle C (C4) to high A (A5)

mezzo soprano= A below middle C to the A two octaves above (A3-A5)

alto= G below middle C (G3) to two Gs above middle C (G5)

tenor= middle C or C# and ends with a lift at F or F#

baritone= second A below middle C to the F above middle C (A2-F4)

wikipedia punya, tapi itu juga yang gw dapet dari melissa. nah gw gak bisa kasih tau sih, soalnya gw sendiri nemuin screaming sweetspot. caranya? pake jumpng jack, teriak-teriak sambil loncat-loncat 5 menit aja. kalo sakit, brarti belum pake diafragma ma belum nemu screaming sweetspot....gw itu nemunya pas dengerin lagu In Flames yang sense of  purpose pas itu, baru nggak ngerasa sakit.

latihan napas juga. caranya

3 kali napas besar, 5 kali napas kecil
2 kali napas besar, 5 kali napas kecil
1 kali napas besar 5 kali napas kecil


napas besar tuh seluruh napas dari paru-paru atas ampe diafragma, napas kecil pake diafragma aja alias dada gak gerak, yang gerak perut, begitu tiap bangun tidur dan akan tidur. buat resonansi ato apalah itu anmanya, coba ber hummmmmm tiap pagi, sampe kira-kira berapa menit gitu. itu buat pemanasan, gak perlu pemansan lagi kalo udah itu, kecuali kalo anda latian perut, tubuh kita bakal lupa kalo udah latian perut, hehe

semoga bermanfaat :)

Selasa, 19 Juli 2011

MENJADI INDONESIA ala Efek Rumah Kaca

Refleksi 64 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia dimaknai dengan kebanggaan kita menjadi Indonesia. Sebuah Lagu tercipta atas pemikiran cerdas dan kepekaan Cholil (Gitar & Vokal), Adrian (Bass & Vokal Latar) dan Akbar (Drum & Vokal Latar) yang merasa resah terhadap kondisi bangsa yang sampai sekarang belum mampu berdiri tegak, ”Kapankah Indonesia bangun dari tidur berkepanjangan ?”. Lagu bernuansa patriotis dari Efek Rumah Kaca ini berjudul ”Menjadi Indonesia” sebuah judul lagu yang terinspirasi dari judul yang sama pada buku karangan Parakitri T. Simbolon. Berada pada track ke–7 dari album kedua berjudul ”Kamar Gelap” yang dirilis pada 19 Desember 2008. Efek Rumah Kaca terbentuk di Jakarta pada 2001. Telah merilis dua album yaitu Efek Rumah Kaca (Paviliun Records, 2007) dan Kamar Gelap (Aksara Records, 2008). Sejauh ini, Efek Rumah Kaca telah meraih beberapa penghargaan diantaranya MTV Indonesia Award 2008, Rookie Of The Year - Rolling Stone Indonesia Award 2008, Hot & Freaky 2008 (TRAX Magazine), Nominator AMI Award 2008, dan Clas Mild Music Hero 2009.


Menjadi Indonesia

Ada yang memar, kagum banggaku
Malu membelenggu
Ada yang mekar serupa benalu
Tak mau temanimu

Lekas,
Bangun dari tidur berkepanjangan
Menyatakan mimpimu
Cuci muka biar terlihat segar
Merapikan wajahmu
Masih ada cara menjadi besar

Memudakan tuamu
Menjelma dan menjadi Indonesia

Ada yang runtuh, tamah ramahmu
Beda
Teraniaya

Ada yang tumbuh, iri dengkimu
Cinta pergi kemana?



Menjadi Indonesia merupakan track favorit saya secara personal, Saya bukanlah seseorang yang patriotik ataupun nasionalis, karena saya pikir itu hanya akan berguna dalam kegiatan menjadi supporter olahraga, terlebih apa yang telah dilakukan para penguasa negeri ini tidak impresif sama sekali. Tapi mendengarkan Menjadi Indonesia terasa bahwa lagu ini memiliki nyawa yang berbeda, tapi khas Efek Rumah Kaca. Lagu ini menyentuh saya, dan dalam. Musik dan lirik. Rasa cinta dan tragedi dengan bangsa ini begitu bercampur dan berkecamuk. Ada sesuatu yang terasa di dalam hati setiap mendengarkan lagu ini: haru. Begitu megah, begitu menggugah. Mungkin itu kata kuncinya, musik dan lirik Efek Rumah Kaca menggugah, menginspirasi. ( Arian 13 – Seringai).


Yang sulit dipercaya adalah kemampuan mereka untuk mengambil tema nasionalisme tanpa perlu terdengar menggurui. Menjadi Indonesia begitu kontemplatif. Jadi membangkitkan nasionalisme lewat gugahan perasaan yang memang tulus munculnya, bukan gembar-gembor bahwa nasionalisme harus diagungkan di posisi paling atas kehidupan bernegara. Singkatnya, nasionalisme yang diperkenalkan lewat Menjadi Indonesia bukanlah nasionalisme omong kosong yang banyak berseliweran di hidup bangsa ini. Menjadi Indonesia adalah favorit nomor dua setelah Lagu Kesepian. Sesekali terdengar ketukan drum yang ganjil. Yang membuat lagu ini kok rasa-rasanya salah masuk atau kurang cocok. Tapi, dengarkanlah berulang, niscaya anda benar-benar yakin bahwa Menjadi Indonesia adalah lagu dengan aransemen paling bagus di album ini. (Felix – Nu Buzz Network).

Senandung lirih liriknya mengingatkan kembali Indonesia hari ini dengan apa adanya. Dengan Kejujuran tersebut terkuak dengan metafora yang dituturkan secara personal. Seperti sepasang kekasih yang sedang cemburu, lalu dibiarkan salah satunya menegur dan bahkan Seorang anarkis pun akan terlena dengan musiknya, yang kemudian membuatnya untuk membaca lirik, dan menjadi 'Indonesia' seketika. (Garna – OK Karaoke, Suara Merdeka Semarang).

Tidak banyak lagu yang menunjukan semangat nasionalisme dengan lirik "Cuci muka biar terlihat segar". ( Eric – Deathrockstar.info)

Menjadi Indonesia adalah lagu yang jujur sekaligus ”Menampar” tidak seperti lagu-lagu pembakar nasionalisme pada umumnya. Menjadi Indonesia dapat membangkitkan dan membakar spirit tanpa berlebihan. (Winda – Music Director 99ers FM Bandung).

Ini seperti menyenggol batas rasa acuh tak acuh kita sebagai generasi sekarang yg sering lupa akan negaranya, saya suka saat mendengarkan : "lekas, bangun dari tidur berkepanjangan" sangat2 menohok pikiran. (Deva – Di Udara Fanzine).

"Menjadi Indonesia" merupakan salah satu lagu yang lumayan langsung suka dari album kedua ini. Lirik puitis keren seperti biasa. Overall lagu ini lumayan inspiratif. (Diena).

Dengan suara vokal jernih dan terkesan agung, Cholil membuka “Menjadi Indonesia”. Ia mengajak kita untuk “Lekas bangun tidur berkepanjangan, menyatakan mimpimu … masih ada cara menjadi besar … menjelma dan menjadi Indonesia”. Mereka tidak menjargonkan arti nasionalis dengan berlebihan, tapi dengan cerdas dan masuk akal. Ini adalah kidung Efek Rumah Kaca, tentang sebuah impian akan Indonesia yang akan dikagumi kembali, dan tentang masing-masing dari kita yang akan kembali bangga akan hal tersebut. (David Wahyu Hidayat – supersonicsounds).

Apa pendapat anda tentang ”Menjadi Indonesia” berikan testimoni selanjutnya.

Salam,

Rabu, 13 Juli 2011

REVIEW ALBUM DEAD SQUAD "HORROR VISION"

 
Tracklist:
1. Pasukan Mati
2. Dimensi Keterasingan
3. Sermon of Deception
4. Dominasi Belati
5. Hiperbola Dogma Monoteis
6. Manufaktur Replika Baptis
7. Arise (Sepultura cover)
8. Horror Vision
God blast!!! Akhirnya kami menemukan lagi mahakarya baru yang nantinya menjadi klasik. Memang, DEADSQUAD (DS) boleh tergolong "newcomer" di scene death metal. Namun bila sebuah band terdiri dari formasi talenta tinggi, apa kalian siap menandingi???
Yah, walau ada saja olokan pada band ini dengan sebutan "death metal seleb", puufff! 
Mungkin karena 2 pusaka gitarnya itu dipegang oleh 2 musisi famous Indonesia, yaitu: Stevie Item (ANDRA & The BACKBONE) dan Coki Bollemeyer (NETRAL). Ah, kami sih ngga peduli yang namanya formalitas selama punya "jari tengah". Mari singkirkan pandangan-pandangan sentimentil sempit, dan coba menilai objektif. Kalo memang sebuah band layak untuk dipuji, ya puji saja. Begitupun kami memuji band ini. Harusnya, "kalian" bangga dong kalo ternyata dibalik musisi-musisi cengeng Indonesia masih ada memiliki karya yang jauh dari anggapan cemen.
Simak bagaimana Stevie mendominasi rancangan lagu yang kejam & brutal. Kalau dalam strategi perang, lima pasukan mati dari barak kegelapan ini seperti maju terus pantang mundur. Hampir di setiap lagunya menghindari refrain. Coba renung sejenak, bila hidung kalian terus dihajar tanpa diberi kesempatan untuk bernapas... Woho!!! Pasti nonjok segernya! Hehehe. 
Layaknya band teknikal yang sarat komposisi njlimet namun tertata rapi. Ritme-nya pun diukir dengan sayatan melodi yang indah dari jurus-jurus mahir kedua gitarisnya secara bergantian. Hingga mampu meyelipkan part jazzy atau solo klasik tanpa terdengar "maksa". Brilian!
Kehadiran DS kembali mengingatkan saya pada sensasi pertama kali mendengar SIKSAKUBUR album "Eye Cry". Hey, saya tidak bilang sama musiknya tapi sensasinya, you stupid! Entah hanya suges (atau mungkin ada benarnya) karena pada kursi dram dijabat oleh mantan dramer sekaligus pendiri SK itu.
Sedang tema yang diangkat tentang kegelapan, nihilis, teologis, dengan guratan vokal tipikal rough. Saya lebih tertarik dengan lirik-lirik bahasa Indonesia yang dikemas metafor sarkas. Ini pun juga mengingatkan saya pada band FORGOTTEN dengan liriknya yang terkenal sarkastis.
Album yang awalnya berniat EP dirilis tepat saat DS menjadi band pembuka godz of pure American metal LAMB OF GOD pada 9 Maret kemarin. Tentu itu sangat membantu pada reputasi mereka. Dari 8 lagu yang terampung, terdapat 1 lagu kover "Arise" yang sejatinya milik tuhan thrash metal SEPULTURA. Entah alasan apa yang membuat DS mendaur lagu tersebut dalam versi death metal, tetap saja ngga representatif. Kalau memang ingin menganggap sebagai tribut, simpan saja di rilisan lain seperti kompilasi atau album tribut, gituh.
Nilai minusnya buat saya ada pada grafis sampul. Dari musikal yang dirancang luar biasa hanya dikemas dengan kover yang sangat-sangat biasa, bila tidak ingin disebut jelek. Itulah mengapa saya masih enggan memberi 5 bintang pada resensi ini. Namun bila kalian tipikal yang peduli esensi, tentunya secarik sampul bukan pertim-bangan penting. Dan ROTTREVORE sebagai label death metal eksklus**t kemungkinan bakal menang banyak, setelah punya SIKSAKUBUR dan FORGOTTEN hehehe... 
Tanpa menghasut kalian untuk menjadi musrik, tapi percayalah saya... Ini rilisan death metal terbaik 2009!

REVIEW EP DARI BITE

Tracklist:
1. Menulis Lagu Cinta
2. Popular
3. Semua Suka Wanita Cantik
4. Tiba-Tiba Hamil
5. Hey Hey Hey
6. Hanya Trend Semata
Hegemoni industri musik beserta sekutu media-nya seakan menggariskan ketetapan bahwa untuk mendapat pasar yang bagus kemasannya kudu easy listening, catchy, lirik seputar cinta, bla-bla-bla... Di luar itu seperti tak ada yang menjanjikan. Maka, tak heran bila banyak musisi indie/underground beralih ke ranah mainstream untuk meraih kekomersilan.
Terlepas dari apa yang saya paparkan di atas, BITE adalah ben baru namun terdiri dari orang-orang lama dengan latarbelakang musik keras. Ketiga personilnya berasal dari ben post-hardcore/metal FALL, sedangkan vokalisnya (yang satu-satunya wanita) pernah tergabung dalam beberapa ben indie (termasuk metal), a.l.: The UPSTAIRS, GOODNIGHT ELECTRIC, RUMAH SAKIT, STRAIGHTOUT.
Berangkat dari background setipe, Bite bukanlah ben yang membisingkan dan berdistorsi. Entah bermain jujur atau tidak, Bite mengusung genre "twee-pop" (baca; American indie-pop) yang easy listening. Namun gerangan apa yang membuat mereka membangun institusi musik ringan? Kalau gitaris Didi merasa ini sebagai challenge atau secara blak-blak-an vokalis Rebecca menganggap ajang cari duit, rasanya Bite belum jaminan. Seperti orang yang baru belajar main musik, musikal Bite terasa garing dan kurang berbobot. Atau mereka memang bermain bukan sesuai nature-nya?
Meski bermain musik ringan bukan berarti tema mereka juga mengalah ikutan picisan. Setidaknya masih ada esensi dari arti nama ben ini; "gigit". Singgel pertama "Menulis Lagu Cinta" sebenarnya keluhan mereka dalam menulis lagu cinta itu sendiri. Kehidupan mereka di perkotaan metropolitan justru membuatnya kehilangan inspirasi menuangkan apa arti cinta. Kalau dua tahun lalu Efek Rumah Kaca pernah menampar lirik cinta konvensional dengan "Cinta Melulu", Bite juga menyinggung tema cinta dengan angle yang berbeda. Memang sudah seharusnya ben pop hari ini disertai pesan-pesan yang cerdas. Dan ke-enam lagu dalam EP ini memiliki kadar yang sama satirnya. Semua dikemas dalam bahasa Indonesia yang gamblang, kecuali "Hey Hey Hey" yang satu-satunya lirik berbahasa Inggris.
Ada satu lagu, "Semua Suka Wanita Cantik" yang prasangka kami sebagai lagu tandingan. Kalau dalam kultur hip-hop ada istilah 'dis', lagu tersebut seperti kontra atas lagu "Citra Natural"-nya sebuah ben yang ngakunya rock oktan tinggi. Coba simak bagian reff-nya; "Mudah berkata citra natural jika semua terlahir menarik / Hanya ternyata jika kau jujur semua suka wanita cantik". Apa yang disinggung Rebecca sebenarnya logis dan realistis tanpa berlagak sok idealis. Namun di luar itu, lagu ini mengalamatkan para wanita di seluruh dunia yang berusaha tampil cantik secara harfiah.
Sedangkan lagu terakhir, "Hanya Trend Semata" ditujukan untuk kaum remaja yang sekedar mengenakan fashion tapi ngga ngerti apa yang dipakai. Kasarnya mah poser/follower. Tapi saya balik tanya, apa ngga boleh bila anak gelandangan atau pengemis jalanan memakai tshirt Bite - meski mereka sama sekali ngga ngerti Bite? Bagi kami, ngga terlalu masalah dengan generasi labil yang masih proses mencari jati diri. Justru yang riskan itu, 'mereka' yang punya jati diri tapi masih mengikuti trend. Semoga, Bite bukanlah ben yang mengikuti trend semata.

REVIEW ROCK IN SOLO 2010

Official Press Release : Gemuruh sound system berkekuatan puluhan ribu watt mengempur telinga ribuan massa yang memadati GOR Manahan Solo tanggal 31 Oktober 2009. Musik rock yang dipacu dengan akselerasi maksimum menembus batas-batas labirin dan hegemoni rock hipokrit yang sekian lama menghantui. Band-band rock sesungguhnya; dari Solo seperti DOWN FOR LIFE, BANDOSO, MAKAM dan yang lain beradu keras dengan band – band cadas dari Bandung seperti BURGERKILL, OUTRIGHT dan NEMESIS juga dedengkot metal kota Yogyakarta, DEATH VOMIT ditambah bintang tamu PSYCROPTIC, pionir metal dari Australia. Terbayar lunas kedahagaan masyarakat Solo akan helatan event rock yang berkualitas. Itulah ROCK IN SOLO youth metal fest 2009. Helatan yang tidak hanya konser tapi ditunjang dengan beberapa stand distro, rockshop, clothing dan both makanan dan minuman sukses menghadirkan 2000an metalhead tidak hanya dari Solo tapi juga kota – kota lain di Jawa Tengah bahkan provinsi lain. Event yang tidak sekedar event lanjutan dari ROCK IN SOLO road to euro 2004 dan ROCK IN SOLO freedom metal fest 2007 tapi merupakan event tahunan yang menjadi rock fest terbesar di Jawa Tengah. Selamat datang tahun 2010, tahun dimana musik rock diprediksikan akan semakin merajai musik dunia. Baik dalam penjualan album, tangga lagu maupun event baik di luar negeri atau di dalam negeri. Solo, sebagai kota yang bisa dikatakan sebagian masyarakatnya menganggap rock bukan saja sebagai hiburan tapi sudah menjadi gaya hidup.
Menindaklanjuti event – event sebelumnya, kami the ThiNK, sebuah kelompok kerja kolektif yang intens dalam helatan subkultur di Kota Solo bekerjasama dengan Tecma Advertising; merencanakan event keempat dengan titel ROCK IN SOLO summer metal fest 2010. Diadakan di tanggal 17 September 2010 mulai jam 13.00 – 22.00 di Stadion Sriwedari Solo dengan 2 panggung musik yaitu main stage dan second stage, tata suara dan lighting yang megah juga dengan menampilkan headliner dari Amerika yaitu DYING FETUS juga FALL OF MIRA band metal dari Singapura jg beberapa band rock/ metal papan atas Indonesia seperti SIKSAKUBUR, VALERIAN, CRANIAL INCISORED, KOMUNAL, OPIUM dan band-band cadas kota Solo: DOWN FOR LIFE, BANDOSO, TAKE AND AWAKE dan juga band – band lain yang mengisi kedua panggung sebagai acara utama dengan multi media dari vj Hellucination sebagai media pendukung yang multi dimensi. Dipandu mc Adia dan Aria. Juga akan diadakan semacam expo, bazaar dan workshop dari berbagai rockshop, distro dan clothing dari berbagai kota juga food court yang untuk menambah maraknya event ini.
Bukan saja lanjutan atau sekuel dari ROCK IN SOLO tapi juga wujud pertunjukan yang dikemas lebih inovatif sekaligus ritual tahunan rock di Solo yang semakin berkembang dari segi acara maupun kualitas penggarapannya. Tidak hanya sekedar hingar bingar musik rock tapi juga melingkupi gaya hidup dan budaya anak muda yang sedang berkembang. Karena sekarang saatnya rock mengambil alih.
DESKRIPSI ARTIST
DYING FETUS
: Band metal dari Texas Amerika Serikat. Menjadi salah satu band death metal yang sangat disegani karena lirik – lirik sosialnya. Melalui 6 album yang sudah dirilis di seluruh dunia melalui label besar Relapse Records menjadikan Dying Fetus adalah salah satu band death metal papan atas dunia. Bergantian personil tidak membuat nama mereka meredup tapi semakin berkibar kencang dengan jadwal tour di seluruh dunia. Saat ini mereka sedang mengelar tour dunia dalam rangka promo album terbaru ” Decend in to Depravity ” yang dirilis akhir tahun lalu. Ini adalah untuk pertama kalinya Dying Fetus tampil di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.
www.dyingfetus.com
/ www.myspace.com/dyingfetus
FALL OF MIRRA : Singapura, negara kecil dan maju di kawasan Asia Tenggara ini mempunyai band metal yang cukup disegani, Fall of Mirra. Tour di Korea Selatan dan Selandia Baru adalah bukti sahih kapasitas mereka. Rilisan terbaru mereka mendapatkan sambutan positif dari publik metal di negaranya dan berbagai negara lain. Sangatlah pantas Fall of Mirra mewakili Singapura dan kawasan Asia Tenggara bermain di metal fest terbesar di Jawa Tengah, Rock in Solo.
www.myspace.com/fallofmirra

SIKSA KUBUR : Melalui album terbaru ” Pasukan Merah Darah ” yang dirilis tahun ini semakin mengkokohkan Siksa Kubur sebagai band metal Indonesia. Setelah mengelar tour promo Jawa – Bali dan juga bermain di Solo kemudian dilanjutkan tour di Malaysia dan Singapura; Siksa Kubur adalah salah satu band dengan penampilan diatas rata. 5 album yang sudah dirilis adalah bentuk eksistensi panjang mereka yang tidak terbantahkan.
www.myspace.com/siksakubur

CRANIAL INCISORED : Mereka mengajarkan cara baru menikmati musik rock / metal yaitu berhitung. Memadukan unsur free jazz dan metal membuat Cranial Incisored menembus batas genre. 2 album yang juga dirilis di Amerika Serikat mengantarkan mereka juga bermain di beberapa festival jazz tanah air. Album terakhir ” Lipan’s Kinetic ” terpilih menjadi labum metal terbaik tahun 2009 oleh majalah Trax
www.myspace.com/cranialincisored

DOWN FOR LIFE : 10 tahun eksistensi mereka di kancah musik rock ditambah 1 album ” Simponi Kebisingan Babi Neraka ” dan beberapa dvd menjadikan mereka adalah kebangaan kota Solo. Ratusan panggung di berbagai kota di Indonesia dan membuka beberapa band metal luar negeri adalah bukti kemampuannya. Akhir tahun ini segera dirilis album 3 way split oleh record label dari Singapura dengan band – band dari Malaysia dan Singapura, dan disusul jadwal tour 8 kota di Malaysia, Singapura dan Thailand. Album kedua yang sedang digarap menjadi salah satu album paling ditunggu oleh publik rock / metal Indonesia terutama penggemar mereka Pasukan Babi Neraka.
www.myspace.com/downforlife666

KOMUNAL : Mereka adalah salah satu yang terdepan dalam genre rock di tanah air. Perpaduan musik blues dan metal menjadikan 2 album mereka sangat laku di pasaran metal Indonesia. Anak rantau yang bekerja di Bandung dengan lirik sentimentil tentang kampung halaman adalah kekuatan mereka. Ini akan menjadi kedua kalinya Komunal menjajal panggung di Solo.
www.myspace.com/fromswamp

EFEK RUMAH KACA - Kamar Gelap CD (AKSARA Records, 2008)


Tracklist:
1. Tubuhmu Membiru… Tragis
2. Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa
3. Mosi Tidak Percaya
4. Lagu Kesepian
5. Hujan Jangan Marah
6. Kenalakan Remaja di Era Informatika
7. Menjadi Indonesia
8. Kamar Gelap
9. Jangan Bakar Buku
10. Banyak Asap di Sana
11. Laki-Laki Pemalu
12. Balerina
Mungkin saya tidak akan simak EFEK RUMAH KACA (ERK) bila bukan singgel pertama kalinya yang saya dengar itu "Cinta Melulu". Prasangka sentimentil yang tertuju pada band pop lokal yang "begitu-begitu aja", akhirnya tertampar balik saat kami menyimak sesi liriknya. Simak bait seperti ini: "Apa memang karena kuping Melayu / Suka mendayu-mendayu". Atau yang lebih telak lagi: "Atas nama pasar semuanya begitu klise/banal". Woho, sindiran keras untuk band apapun di alam semesta yang "menjual dirinya" pada industri musik.
Singgungan serupa juga tersirat di tembang "Jatuh Cinta itu Biasa Saja". Bahwasanya, bila sepasang insan menjalin asmara itu lumrah, jadi ngga usah lebay lah. Apalagi sampai dramatisir seperti elegi band-band pop cengeng. Dan masih banyak pesan masif (non-cinta) lainnya yang itu semua ada di album pertama ERK. Yah, setidaknya sedikit flashback mengapa saya ingin simak ERK. Maka wajar bila band ini sempat diperbincangkan di scene indie, khususnya pop. Karena ERK memang band pop yang esensial.
Bagi yang sudah simak album pertama ERK, tentu kami mengharapkan ekspektasi lebih di album barunya "Kamar Gelap". Singgel pertama dari album ini "Kenalakan Remaja di Era Informatika". Dengan nada riang & centil, lagu ini  seakan mencubit kawula muda atas maraknya penyebaran video-video cabul melalui handphone.
Namun singgel tersebut bukan indentitas tepat untuk musik ERK yang lebih dikenal pop "gelap". Setidaknya lagu tersebut menunjukan karya ERK kini lebih ekstrovert dibanding album pertma yang introvert. Kualitas suara instrumen & vokal pun lebih baik.
Lagu pertama membius paling lama, durasi mendekati 7 menit. Beberapa trak gelap seperti "Lagu Kesepian", "Jangan Bakar Buku", "Kamar Gelap" sudah cukup membuat saya terbuai. Kekuatan lirik ERK masih dipertahankan yang memotret kondisi sosial sekitar.
Untuk penggarapan kover "Kamar Gelap", ERK berkola-borasi dengan salah satu fotografer Jogjakarta, Angki Purbandono. Dengan kemasan digipack cd, tersedia 6 lembar postcard yang setiap sisinya merupakan foto artistik representasi 12 lagu ERK versi Angki. Plus secarik lipatan kertas berisi lirik. Saya justru tertarik karya Angki di sisi inlay kover bergambar sebuah wajah yang membuat orang me-reka-reka pertama kali melihatnya. Namun, bila kalian perhatikan secara detil, rupa itu adalah gabungan ketiga personil ERK. Jadi, wajah itu bukanlah dari Cholil, Adrian, atau Akbar. Tapi itulah wajah Efek Rumah Kaca. Woho... mantap!
Rasanya, tidak berlebihan bila saya memuji album ini "keren".  Saya simak Efek Rumah Kaca!

Interview dengan NAVICULA "DEWA GRUNGE BALI"

Dewa Grunge Bali
Bagi saya, ben 'bagus' itu adalah ben yang esensial. Bagi sebagaian orang, arti ben bagus akan bervarian maknanya. Padanan kata 'bagus' seolah mengerucutkan asumsi pada ranah subjektif. Namun ben bagus bagi saya juga tak berlaku lantaran sering diputar radio, rajin masuk tv, atau mendapat rating RBT yang tinggi. Kami tidak memakai gaya bahasa pasar dalam hal ini.
Untuk mencapai derajat yang dimaksud, memang tak semudah membalikkan telapak tangan – bahkan membolak-balikkan otak pun belum jaminan. Masa transisi sebagai proses pembentukan karakter. Dan lagi, nilai bagus tak sekedar musikal saja namun juga mengetahui kultur genre itu sendiri.
Sebagai negara berkembang, Indonesia tak banyak memiliki musisi/grup berkonsep orisinil. Justru sebaliknya, kita banyak mengadopsi kultur musik. Secara hakiki manusia, pengaruh memang tak bisa dipungkiri. Namun, bukan berarti harus mutlak menjiplak.
Begitupun di ranah Grunge lokal, pengadopsian kultur Seattle Sound yang kami amati di sini tak banyak menemukan progres yang signifikan. Apalagi sejak kematian misterius Kurt Cobain (Nirvana) hanya menjadi panutan mentok. Dari itu semua, NAVICULA adalah pengecualian. Ada cita rasa yang berbeda dari label Green Grunge Gentleman ini. Mulai dari musik, lirik, ideologi, live performance, mereka punya semua. Kami seperti mendapat paket istimewa. Layaknya rokok, aroma grunge pyschedelic asal pulau dewata ini terasa elektik. Atau, jangan-jangan yang kami hisap ini adalah ganja??? Whoaaa...
Belum lama ini, Navicula yang berjemaah Robi (vokal & gitar), Danki (gitar), Made (bas), Gembull (dram) merampungkan padakarya-tama (baca: album) yang ke-6 bertajuk "Salto". Manuver jungkir balik, gerakan berputar 360 derajat dipakai sebagai titel album, merujuk pada siklus penuh Navicula yang telah koprol-kayang-centang perenang sejak 1996. Plus, hasrat menggarap album termutakhir ini nyala semangat setara gigantiknya seperti ketika menggarap album perdana.
Rentetan tur & live berkelanjutan sesudah-nya, merantau dari satu panggung ke panggung lainnya. Hingga pada titik momen kami menyudahi niatan wawancara. Kesempatan yang sudah kami tunggu sejak lama. Maka, kalian para hulubalang grunge, kini sambutlah Navicula...
Green Grunge Gentleman datang, salto, dan menang!
VIDEO
“Over Konsumsi” [feat. Oppie Andaresta]
(click the pic for play)

Wawancara dengan Robi (R)
1) Sebelumnya, selamat atas lahirnya album terbaru Navicula, “Salto”. Menurut kalian, apa yang paling signifikan di album ini dibanding rilisan-rilisan sebelumnya? Dan kenapa diberi titel “Salto”. Apa filosofi dari nama tersebut?
R: Thanks bro atas ucapan selamatnya. Yang paling signifikan, album ini lebih melodius dibanding album-album sebelumnya. Tapi karakter Navicula-nya masih tetap kita jaga. Nama yang kita pilih, Salto, sebagai judul album karena entah kenapa, nama itu ear-catching banget menurut kita selain salto (gerakan berputar 360 derajat) merupakan simbol dari satu siklus penuh kita nge-band bersama dan kembali merasakan rasa yang sama seperti saat baru pertama kali rekaman dulu.
2) Bagaimana tur album “Salto” kemarin, bisa ceritakn suka-dukanya? Hey! manajer kalian itu kan orang bule, Lakota. Kenapa ngga berencana tur ke luar negri (minimal negara asal Lakota)? Sejauh ini, pernah dapat respon dari pihak luar (negri) mana saja? (Tapi bukan orang-orang bule yang tinggal di Bali ya hehehe… )
R: Lebih banyak sukanya sih karena kita menikmati benar saat-saat di jalan kemaren. Di Bali, karena masing-masing sudah pada sibuk, kita ngumpulnya pas latihan atau manggung doang. Tapi pas di jalan kita ngumpul di sebagian besar waktu. Banyak sekali ide-ide segar muncul pas lagi bersama. Saya pikir itulah asiknya nge-band.  Ada sih rencana tur ke luar negeri, tapi kita tunggu aja timing dan gig yang pas, biar nggak nyusahin pas di jalan nantinya karena kantong kita pas-pasan banget.
Kalo di Bali, banyak fans kita memang orang asing karena Bali sendiri emang melting pot (tempat berkumpulnya banyak budaya). Interaksi ini pula yang banyak mempengaruhi karya-karya kita. Kalo langsung dari luar, kayaknya nggak banyak sih karena hanya berhubungan lewat internet atau dia itu temannya fans kita yang dari luar juga (jadi dia recommend kita ke temennya pas balik ke negaranya). Umumnya banyak yang suka sama kita saat pernah nonton live.
 
3) Kenapa proses mixing album “Salto” sampai jauh-jauh di Palu Studio, Jakarta. Apa infrastruktur di Bali kurang memadai?
R: Di Bali ada sih tempat mixing yang memadai tapi kebetulan sama orang-orang Palu Studio seperti Bang Pay, Dewiq, Pandu, dan Mas Henk, udah teman dekat kita sejak lama. Mereka kalau ke Bali sering hang out bareng kita. So lebih asik teman yang garap mixing-nya kan? Kebetulan Mas Henk (a.k.a Heru) sudah pernah tur bareng kita di 8 kota tahun lalu bareng Netral. Jadi dia sudah tahu warna musik kita dan beberapa lagu baru di album Salto. Kita juga suka orang yang mixing tahu kalau  kita live seperti apa.
4) Pada penggarapan album “Salto”, kalian masih bertahan di jalur indie (baca: independen), setelah “Beautiful Rebel” (2007). Namun saya teringat ucapan Robi sewaktu di gig “Grunge Gods 2”, bahwa kalian masih mengharapkan para investor (baik yang halal maupun yang haram). Artinya, meski kalian berada di garis label indie, kalian masih bermental ketergantungan tuh. Jauh dari esensi independensi yang memiliki nilai mandiri/merdeka dengan etos kerja DIY (Do It Yourself). Kalo gitu, kalian Major ato Indie sama aja dong?!
R: Hahaha…itu hanya joke aja di atas panggung, satir bahwa band indie seperti kita emang harus perlu dukungan sponsor untuk bisa survive (rekaman, rilis album, tur, dll). Memang saat ini batasan major dan indie sudah kurang penting lagi, yang lebih penting adalah deal-nya. Sepanjang deal itu tidak merusak ranah artistik dan idealisme seniman, saya pikir nggak ada masalah. Selama ini ketergantungan sih nggak pernah karena kita kurang suka dengan hubungan yang vertikal. Kita lebih tertarik bekerjasama (hubungan sejajar/horizontal).
5) Lantas apa yang membuat kalian lepas dari label major (Sony) setelah album “Alkemis” (2005)? Bukankah sebagai ben daerah, itu membantu distribusi/ promosi kalian? Atau memang major terlalu banyak pihak campur tangan?
R: Mungkin timing kita yang kurang pas aja waktu dipegang sama mereka sehingga ada banyak sekali ketidakselarasan visi. Tahu sendiri kan kalau major orientasinya jualan doang dan mengesampingkan artist maintenance & development. Ya nggak salah sih, dimana-mana perusahan selalu profit oriented. Sedangkan kita saat itu adalah pure seniman naif yang hanya pengen berkarya saja tanpa peduli dengan intrik politik di bisnis musik. Tapi ada untungnya juga kita pernah mengenyam pengalaman itu karena kini kita jadi lebih paham industri itu mainnya gimana.  Melihat kondisi saat ini mungkin kita lebih nyaman dengan posisi kita sekarang. Masih bisa tetap berkarya dengan mempertahankan idealisme dan bebas memainkan musik yang kita suka.
6) Sebagai ben asal Bali, apa kalian merasa ada sentralisme dalam permusikan Indonesia? Buat kalian, perlu ngga mendapat simpatik dari media-media?
R: Yah tentulah ada sentralisme. Jakarta masih tetap menjadi barometer musik nasional. Saya ulangi: nasional. Karena pusat media (cetak, TV, dll) ada di Jakarta sebagian besarnya. Tapi untuk internasional mungkin belum tentu. Pelukis-pelukis hebat dari Jogja banyak yang tenar di luar negeri. Bahkan saya dengar-dengar gosipnya lukisan mahal saat ini untuk standar dunia, pelukis Jogja mendapat peringkat kedua setelah Cina. Entah itu benar, namanya juga gosip. Begitu pula dengan Bali, sebagai gerbang internasional, arus informasi internasionalnya jelas lebih cepat dan langsung. Apa yang umumnya dianggap super keren di Jakarta sebagi trendsetter nasional mungkin dianggap biasa saja di beberapa komunitas di Bali, terutama komunitas mix/campur, seniman, dan surfer. Tapi tetap tak bisa dipungkiri bahwa Jakarta adalah pengaruh yang paling kuat untuk trend nasional, termasuk trend musiknya. Media jelas merupakan elemen penting dalam scene. Media musik yang baik adalah media yang objektif, mengerti, dan punya taste yang bagus terhadap musik. Simpati yang jujur akan mengarah pada karya seni yang bermutu.
7) Sedikit mengutip pernyataan dalam press rilis “Salto”; “Kita kaum oposisi yang ingin memberi warna alternatif pada industri musik mainstream lokal.” Apa ini semacam statemen tantangan? Lalu apa yang merasa kalian sebagai “warna alternatif”?
R: Kita dulu pernah mencoba di jalur mainstream sampai akhirnya kita sadar bahwa ternyata kita ini minoritas. Saat kita melakukan maping/pemetaan ternyata yang menggemari karya kita adalah orang-orang dari flinch culture (budaya tandingan). Ya udah, kita nggak akan memaksa orang kebanyakan untuk suka pada apa yang kita buat. Take it or leave it. Kita juga nggak akan berpura-pura, membuat sesuatu yang kita nggak suka asal laku. Kita memilih bermain seks dengan pasangan yang kita cintai.
Kalau melihat musik yang saat ini banyak dipasang di TV dan memenuhi airplay radio, pastilah paham kalau konsep musik dan lirik kita secara keseluruhan merupakan suatu alternatif/pilihan lain.

Batasan major dan indie sudah kurang penting lagi, yang lebih penting adalah deal-nya.

8) Pada genre Punk terus mengalami evolusi sejak kelahirannya hingga saat kini. Dari jamannya “Punk Rock” sampe sekarang muncul istilah “Pop Punk”, or whatever they call it. (Meski akhirnya menjadi pasar musik baru. ) Lalu, menurut kalian, apa genre Grunge itu sendiri perlu di-evolusikan? Kita melihat sampe sekarang fenomena Grunge di sini masih di-indentikkan dengan Kurt Cobain/Nirvana-isme atau Perl Jam-isme dan buat saya itu sangat menyedihkan.
R: Saya setuju kalau musik tetap berevolusi. Tapi saya juga melihat, sama kayak fashion, trend musik juga mengalami retro/pengulangan trend. Seperti misalnya apa yang kebanyakan dimainkan di era puncak grunge/90-an merupakan trend rock era 70-an yang, sebut saja, diwakili Black Sabbath (metal) atau The Ramones (punk). Nggak mustahil trend 2010 mungkin retro dari 90-an. Maybe man, tomorrow is mistery. Memang saya pribadi kurang suka dengan sengaja mengotak-kotakkan musik, yah…nama grunge kan dibuat oleh media juga, bro. Let it flows. Tapi saya menyadari kalau warna ‘grunge/Seattle-sound’ memberi pengaruh yang sangat kuat pada Navicula, walaupun sebenarnya kita nggak mau terperangkap pada satu genre.  Mengenai ikon, yaaah…nggak bisa disalahin sih. Mungkin karena kedua nama tadi (Nirvana dan Pearl Jam) jadi wakil di eranya. Sama seperti begitu mengangkat topik psychedelic rock, imajinasi saya otomatis mengarah ke Hendrix atau Grateful Dead. Tapi menurut pengamatan saya, masa trend saat ini semakin singkat dan cepat berubah, disamping itu jumlah kaum hipster yang cenderung menghindari trend (berslogan: I’m different…like somebody else!) juga semakin meningkat.
9) Seberapa penting nilai kejujuran dalam bekarya buat kalian? (Mengingat banyak musisi yang berkompromi atas nama pasar.)
R: Wah…selama ini sih penting banget menurut kita. Kita maen musik atas dasar emang suka musik. Saya nyari duitnya di luar musik, bro. Kalo toh musik itu bisa menghasilkan dari segi finansial, ya mungkin itu hanya efek samping aja dari passion kita tadi. Saat ini musik membiayai musik aja saya pribadi udah syukur, bro. Karena meski nggak ada duit pun saya akan tetap menikmati musik.
10) Banyak yang bilang kalau ben idealis di sini (Indonesia) tuh susah “maju”. Bagaimana kalian menanggapi pernyataan tesebut?
R: Maju apa dulu nih? Kalao ‘maju’ itu didefinisikan sebagai ‘kaya’ mungkin emang benar. Jangankan yang idealis, banyak yang obral pantat buat disodomi oleh pasar pun belum tentu ‘maju’.  Tapi kalau ‘maju’ itu diartikan sebagai ‘eksis bermusik’, atau ‘kemajuan skill’ atau ‘mendapat predikat cool’, wah…kayaknya beberapa band idealis udah pada ‘maju’, bro.
11) Selain muatan lirik bertema “hijau”, saya merasa ada bobot spiritual yang cukup kuat di lagu-lagu Navicula. Apa yang kalian lakukan/aplikasi dari lirik-lirik kalian tersebut? Atau mungkin, Navicula tergolong jemaah yang soleh, hahaha…
R: Hahaha…mungkin juga nih. Gara-gara cita-cita jadi kiai nggak kesampaian kali.  Akhirnya berdakwah lewat rock. In Rock n’ Roll we trust, hehehe.
12) Di album “Salto” ada satu lagu, “Budi si Berani Mati” mengenai bom bunuh diri di Bali beberapa tahun lalu. Dan belum lama ini, Indonesia kembali digemparkan peristiwa serupa di JW Marriott & Ritz Carlton, Jakarta. Apa kalian mengutuk perbuatan tersebut? (Yeah, we said big fukk off to all bom-suiciders!!!)
R: Ohh…kita justru mendukung bro, buat mengontrol populasi…hehehe kidding. Ya jelas ultra nggak setuju lah! Orang sakit jiwa yang ingin masuk surga dengan cara bunuh orang lain. Fantasi saya, si Budi bakal dicincang rame-rame sama korban yang dia bom di purgatory, sebelum masuk pengadilan arwah hehehe… Kebanyakan nonton film takhayul!
13) Seandainya Bali berpisah dari Indonesia dan menjadi negara tunggal, apa tanggapan kalian? (Bila setuju, katakan saja lah! Di sini fair kok hehehe…)
R: Wah, jujur saya ini nasionalis yang mendukung puspa warna manunggal Bhinneka Tunggal Ika, brur. Kalau Indonesia seandainya berubah jadi beberapa negara bagian itu lain soal. Tapi kalau masih negara kesatuan RI, yaa sebaiknya tetap bersatu aja… Asal orang-orang pusat jangan terlalu serakah lah sama daerah.
14) Lagu “Menghitung Mundur” adalah single singgungan mengenai rumor kiamat 2012. Seandainya tahun tersebut benar-benar terjadi kiamat, apa yang akan kalian persiapkan?
R: Yaa itu…reff lagu ini: “Buka…mata…hatimu…”. Yaaah membuka mata hati aja, kesadaran jiwa…pasrah dan ikhlas. Kalau jadi survivor sendirian sementara yang lain udah modar dan semua sumber daya udah hangus, itu lebih sial lagi kayaknya hehehe. Jadi, yaaah duduk manis sambil menyaksikan pesta kembang api meteor paling spektakuler yang pernah ada.
15) Hormat kami atas jawabannya. Ada yang ingin ditambahkan…? Kami persilahkan.
R: Thank you and I Love You, bro.
(Agustus '09).

Drummer SLAYER absen dari sesi jamming "BIG FOUR"

Drummer SLAYER, Dave Lombardo tanggal 3 Juli lalu absen dari sesi jamming “Big Four” yang digelar di Stadion Ullevi di kota Gothenburg, Swedia karena sibuk menambah tato baru. “Big Four” merupakan julukan bagi empat band thrash metal papan atas dunia yang muncul dari era 80-an yakni METALLICA, MEGADETH, SLAYER dan juga ANTHRAX.
Tato Baru Jadi Alasan Absen Lombardo

Ini sekuel kedua mereka dalam tur Eropa yang kali ini memakai kapasitas lebih dari 55 ribu penonton di Gothenburg. Sebelumnya mereka sudah lebih dulu tampil di Gelsenkirchen, Jerman.
Antisipasi penting salah satunya ketika konser akan berakhir dengan lagu METALLICA ‘Enter Sandman’ dan ‘Damage Inc’.
Selain itu, di panggung METALLICA berkolaborasi dengan personil ANTHRAX dan MEGADETH untuk mengkover lagu ‘Am I Evil?’ milik DIAMOND HEAD sebelum METALLICA mengakhirinya dengan ‘Creeping Death’.
Selain Dave Lombardo, gitaris SLAYER, Kerry King juga tidak ikut serta di sesi jamming dengan alasan emosional.
Dalam keterangannya di satu koran lokal Swedia mengatakan kalau dirinya absen karena para personil lain mengubah keputusan lagu pamungkas di menit akhir.
“Kami seharusnya memainkan ‘So What’ milik ANTI-NOWHERE LEAGUE tapi di menit akhir mereka menggantinya dengan ‘Am I Evil’. Aku keberatan dan tidak ikut serta apalagi aku juga tidak menguliknya dalam dua bulan terakhir,” terang Kerry.
Meski absen dari jamming “Big Four” di Gothenburg, namun secara keseluruhan Kerry King mengaku puas dengan seluruh pengalamannya di Ullevi. “Di awal aku punya banyak masalah teknis, tapi setelah satu per satu kelar semuanya jadi menyenangkan,” lanjut Kerry King.
Absennya Dave Lombardo jelas sempat menimbulkan pertanyaan pasalnya tahun lalu, Dave Lombardo lah satu-satunya personil SLAYER yang mengaku dengan bangga ikut ambil bagian jamming di pembukaan “Big Four” di Sofia, Bulgaria. Aksi Lombardo ini membuat sebagian fans SLAYER terkejut karena berjamming dengan beberapa personil dari METALLICA, MEGADETH dan ANTHRAX dalam satu panggung di waktu yang sama.
“Aku satu-satunya personil SLAYER yang tahu bagaimana cara berkolaborasi dengan personil band lain. Personil lain hanya tahu bagaimana cara menulis musik. Mereka tidak tahu bagaimana cara mengembangkan dan berimprovisasi dengan musik serta menikmatinya sendiri. Jeff Hanneman mungkin sedikit menguasai tapi Tom Araya dan Kerry King tidak mengerti sama sekali dengan jamming,” terang Lombardo pada MusikUniverse.net ketika itu. [berontakzine.com]